Oleh; Ali Anwar Mhd
Apakah anda masih ingat, siapa orang yang mengajari bisa membaca/menulis hurup latin, arab al-Quran, dan arab pigon/gandul kitab klasik pertama kali? Apakah masih tetap tersambung dengan guru tersebut, atau dengan keluarganya?
Ada yang saat belajar bisa membaca/menulis sebab orang tuanya. Ada yang sebab gurunya. Kalau saya, termasuk orang yang bisa membaca sebab guru. Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua kandung.
Di momen lebaran, saya sempatkan untuk bisa bersilaturahmi kepada beliau semua. Guru-guru masa kecil saya. Baik kepada guru sekolah, guru ngaji, dan guru diniyah.
Guru sekolah adalah pengajar di lembaga pendidikan formal. Guru ngaji adalah pengajar saat belajar membaca Alquran. Guru Diniyah adalah pengajar lembaga pendidikan non formal atau disebut madrasah diniyah yang materi pembelajarannya adalah kitab-kitab klasik arab.
Guru sekolah yang menyebabkan saya bisa membaca dan menulis adalah bernama Ibu Sri Rahayu, S.Pd. Beliau guru mulai kelas 1 sampai kelas 6 saya. Yang beberapa hari yang lalu saya sowani.
Masih teringat saat bagaimana diajari dikenalkan huruf-huruf latin, yang setelah mengenali, lantas disambung-sambung menjadi rangkaian kata. Antara lain; ini Budi. Ini ibu Budi. Ini bapak Budi. Ini kakek Budi. Ini nenek Budi. Ini kakak Budi. Ini adik Budi. Pokok serba Budi. Di samping pengenalan dengan kata, dikenalkan secara literasi (tulis).
Saat waktu habis jam sekolah, dibuat ajang kompetisi. Siapa yang ditanya bisa menjawab dengan cepat, maka dia boleh pulang terlebih dahulu. Namanya Tulang (betul pulang).
Hal demikian dilakukan dengan tlaten, sabar, tidak pernah marah, dan terus memotivasi untuk semua segera bisa membaca dan menulis. Walaupun selalu ada yang tetap tidak bisa, sampai akhirnya harus tinggal saat kenaikan kelas.
Beliau baru pensiun sekitar 2 tahun yang lalu. Saat memulai karir menjadi guru usia baru 19 tahun, begitu menyelesaikan pendidikan di SPG. Sekarang sudah di rumah setelah menjalani karir sampai kepala sekolah. Momong cucunya yang berjumlah 6 dari 3 anak kandungnya. Hanya anak yang ragil yang bersamanya, sedang 2 anaknya bertempat tinggal terpisah tapi tidak jauh dari rumahnya. Suaminya meninggal sekitar 4 tahun yang lalu.
Saya dididik oleh beliau mulai kelas 1 (sekolah pertama karena tidak TK) sampai kelas 6, yang selanjutnya saat itu menjelang tamat diarahkan untuk melanjutkan sekolah lagi. Dari satu kelas saya satu-satunya yang melanjutkan ke MTsN, lainnya ke SMP, juga ada yang tidak melanjutkan karena kondisi ekonomi saat itu.
Saat bersilaturahim saling bercerita panjang lebar, dan guyon-guyon saja, seolah saya bukan muridnya, tapi fatner ngobrol. Kebetulan lebih banyak cerita tentang kehidupan dan pendidikan. Gaya sabar dan tlaten masih sangat kelihatan. Beliau tinggal sekitar 3 km dari tempat tinggal saya sekarang.
Sedang guru ngaji al-Qur'an saya, saat masih sangat awal, dasar dan menuntun pelan-pelan, akhirnya bisa mengenal huruf-huruf hijaiyah dan terangkai dengan lafadz-lafadz, di kenal di kampung saya adalah kyai Wangid. Saat itu dengan pendekatan media al-Qur'an tipis yang disebut turutan. Sangat tlaten dan tegas membimbing saya dan kawan-kawan.
Untuk menguasai huruf dasar, membutuhkan waktu yang sangat panjang. Berbulan-bulan. Setelah menguasai rangkaian huruf, saat pindah di ke surat surat Al Fatihah, untuk menguasai membutuhkan waktu 2 Minggu. Saat itu metode yang digunakan sangat manual. Belum ada iqro' dll. Melafalkan huruf dhot di kalimat terakhir surat al-fatihah yang menjadi sandungan.
Dilanjut hafalan surat-surat pendek dan menuju Al-Qur'an juz satu dan seterusnya. Beliau yang menyebabkan saya bisa membaca dan hafal surat-surat pendek dari Al-Qur'an.
Beliau sudah meninggal agak lama. Yang masih ada istri dan anak-anaknya. Saya masih sangat sambung dengan istri dan anak-anak beliau. Kalau hari raya selalu bersilaturahim. Beliau tinggal di kampung halaman kelahiran saya, yang jarak tempuh dengan tempat tinggal saya sekarang sekitar 3,5 km.
Sedang guru Diniyah saya, yang mengenalkan mulai dasar cara membaca tulisan arab pigon jawa dan isi-isi kitab-kitab kecil seperti ala-ala, mabadi fiqih, nadzoman-nadzonan yang berisi tauhitd, akhlaq dll. adalah Kyai Sarbi.
Beliau setelah pulang dari pondok mendirikan madrasah diniyah, yang berlokasi sekitar 100 meter dari rumah orang tua saya. Beliau juga sudah meninggal sangat lama. Namun istri dan anak-anaknya masih ada. Saya juga masih sambung dengan istri dan anak-anak beliau. Setiap hari raya juga bersilaturahim. Tidak hari raya juga tidak jarang bertemu dan bersilaturahim.
Guru-guru saya tersebut, yang telah membuka pintu dasar, saya bisa membaca dan menulis (literasi) baik latin, Arab al-Quran, dan Arab pegon. Ilmu dasar yang berguna terus melanjutkan pembelajaran pengembangan ilmu sampai sekarang.
Dan tidak lupa masih ada satu, guru saya, yaitu paman saya sendiri. Kyai Bandi orang kampung memanggilnya. Juga telah menguatkan dalam membuka ilmu dasar, yang saat itu juga mendirikan madrasah sore setelah ada kebijakan guru agama PNS di SDN dikembalikan ke Kemenag. Akhirnya mendirikan madrasah sore. Sekarang beliau juga sudah meninggal.
Jadi saya kalau pagi sekolah SDN mulai jam 07.00-12.00 (berjarak 3 km) madrasah sore jam 14.00-16.00 (berjarak 2,5 km), ngaji Al-Qur'an setelah magrib sampai jam 19.00 (berjarak 600 m), diniyah malam setelah Isyak sampai jam 20.30 (jarak 100 m).
Tentu saya sampaikan terimakasih kepada para guru-guru saya, terutama saat silaturahim, terkadang saya menceritakan saat belajar menjadi murid, baik guru yang masih ada maupun yang sudah tidak ada. Yang masih ada dengan secara langsung, yang sudah tidak ada melalui keluarga istri maupun anak-anaknya. Atas jasa beliau-beliau sehingga bisa sampai titik ini.
Semoga menjadi amal jariyah para guru dari ilmu yang telah diberikan ke saya (saya peroleh), dan terus berupaya untuk mengembangkannya.
Kepada semua para guru, semoga selalu dalam kebaikan. Selalu sehat yang masih ada, husnul khotimah bagi guru yang sudah mendahului. al-fatihah..!
0 Komentar